Gadis Binal

“Hey bangun nak, gadis. Ayo bangun sayang.” ucap Ayah yang menepuk pipiku dengan pelan.

“ishh ayah.” kesalku lalu melanjutkan tidurku.

“Kamu nggak kuliah?” tanya Ayah “Nggak ayah, aku sakit.” jawabku lalu menarik selimutku kembali

menutupi seluruh badanku.

Kejadian kemarin sukses membuat aku menjadi demam, aku sampai jatuh sakit. Entah kenapa, terdengar lucu tapi aku menikmati

kekesalanku sendiri.

Ayah menarik selimutku, dan mengecek kondisi tubuhku,

“Kenapa panas sekali badanmu nak, kemarin bukannya baik-baik aja.” ucap Ayah dengan khawatir.

“Yakan itu kemarin ayah, sekarang beda lagi. udah sana ayah ke kantor, aku mau istirahat.” usirku dengan pelan. Ayah memang sudah bersiap-siap memakai baju kantor, beda dengan ibu yang sudah pergi sejak pagi tadi. Ibu dan Ayah semuanya bekerja kantoran, kantor ayah ini bisa dibilang sedikit santai. Berbeda dengan kantor ibu, yang begitu disiplin. Dan juga kantor tempat ibu bekerja terbilang sukses, makanya ibu sulit berada di rumah.

Ayah pergi ke luar kamar sesaat, tak lama kemudian setelah itu Ayah masuk kembali. Ku lihat Ayah membawa sebaskom air dan obat, serta bubur dan obat.

“loh ayah nggak kerja.” tanyaku saat terkejut melihat ayah yang sibuk mengurusku. “Kantor ayah nggak kayak kantor ibu, udah ayah lebih suka ngurusin kamu. Sekarang bangun dulu, terus makan dan minum obat.” ucap Ayah yang segera meletakkan nampan yang berisikan makanan dan obat-obatan tepat di sampingku. Aku hanya diam saja saat melihat ayah mengurusku, aku dan ayah dekat. Kedekatan kami terjalin saat aku berada di SMA, berbeda dengan ibu. Ibu adalah wanita karir yang sibuk, namun masih bisa mengurus rumah. Jika ibu tidak bisa, ibu akan meminta bantuan ayah untuk mengurus rumah sekaligus aku.

Kesenjangan karir juga bisa di lihat antara ayah dan ibu, ibu merupakan manajer pemasaran. sedangkan ayah pegawai kantor biasa, itu sebabnya ibu sangat sibuk.

Ayah sendiri tidak marah jika ibu lebih sukses, sebab ayah adalah suami yang support istri. Ibu tentu sangat bangga memiliki ayah, makanya ibu masih sibuk mengurus rumah dan pekerjaan kantor. Terkadang aku merasa sedih, melihat ibu yang lebih sukses karirnya di banding ayah. Sebab dulu mereka berdua sama-sama berjuang, dan ayah lebih memilih mengalah untuk tidak melanjutkan pendidikannya sampai jenjang master. Demi ibu yang juga menginginkan gelar itu. Ayah mengurusku dengan baik di rumah, dulu aku sempat kesal dengan ayah. Sebab ayah hanya itu-itu saja dalam pekerjaannya, berbeda dengan ibu. Tapi setelah SMA aku menyadari bahwa aku dan ibu beruntung memiliki ayah.

“buka mulutnya, nak Aaaa..” Ayah menyuapiku agar makan bubur buatan ayah, walau aku malas dan ayah memaksa. Aku membiarkan ayah melakukannya. “di makan, nanti kalo ibu pulang terus lihat kamu sakit. Ayah juga loh yang di marahin.” ucap ayah sambil terus menyuapiku makan.

Ibu ku memang begitu, jika aku melakukan kesalahan saja. Hal yang aku lakukan akan dilimpahkan ke Ayah, membuatku terkadang muak.

Menurutku hal yang aku lakukan, seharusnya membuat ibu memarahiku bukan ayah. Aku sesekali meminta kepada ayah untuk menegur sikap ibu yang semena-mena, namun itu bukanlah ayah. Ayah lebih memilih diam dan memendam, membuatku menjadi jengkel dan marah. “Sini, gadis aja yang makan sendiri.” Aku meraih mangkuk di tangan ayah, lalu melahap dengan cepat.

Aku makan dengan cepat, membuatku tersedak.

“Uhuk, uhukk..”

“Tuh apa ayah bilang, kamu ini makannya bisa pelan nggak sih!? ini minum dulu.”

Ayah memberikan gelas yang berisikan air, aku segera meminum. Saat ku berikan gelas pada ayah, tangan ayah lalu mengusap bibir ku.

“Kenapa yah?”

“Ini ada bubur yang nempel di pinggiran.”

Ayah mengusap bibirku, aku bisa merasakan sentuhan tangan kekar milik ayah. Andai jari ini dapat memainkan itil mungilku, mungkin aku tidak akan kesakitan seperti ini.

“Ayah, mana obatnya?” aku menegur ayah yang tiba-tiba saja melamun saat menyentuh bibirku.

“Eh, ini.” segera ayah mengambil obat yang sudah disiapkan, dan membiarkan ku minum.

Sebenarnya aku harus menunggu beberapa saat dulu, namun aku tidak bisa berlama-lama. Karena aku takut dengan pemikiran liarku yang ingin menggoda ayah, setelah memberikan ku obat demam. Ayah lalu berdiri mengambil nampan dan mengembalikkan ke dapur. “kamu tunggu sebentar, ayah bawa ini dulu. nanti ayah balik lagi kompresin demam kamu.” ucap ayah lalu pergi ke dapur. Aku yang merasakan gerah dengan bajuku, karena membungkus diriku sejak malam tadi. membuatku berdiri dan mengambil pakaian ku, aku meraih baju dan celana pendek ku, aku melepas semua baju dan celana tidurku.

Aku menggantinya sebelum ayah datang, aku berdiri di depan kaca dan melihat badanku.

“Aku nggak jelek, badan aku juga bagus. aku juga bisa ngangkang. cuma cowok atau bapak-bapak bloon aja yang nggak mau sama aku.” ketusku sambil terus mengganti pakaian. Selesai mengganti baju, aku segera naik ke tempat tidur. Dan tak lama ayah pun segera muncul, aku yang sedang melihat notifikasi di ponsel milikku langsung saja di ambil oleh ayah. “Ayah, balikkin. hp aku ayah.” protesku dengan cepat.

“Hari ini nggak ada hp an, ayah mau kamu sembuh dulu. baru boleh ambil hp kamu di ayah.” Ayah lalu memasukan ponsel milik ku di dalam saku celananya.

Aku yang kesal melemparkan diriku di tempat tidur, ayah tau aku kesal.

“Apa mau marah?” tanya Ayah “Nggak.” jawabku dengan kesal

Ayah segera mendekat, dan duduk di samping ku.

“Buka mulutnya cepet.” pinta Ayah padaku.

Aku yang kesal membuka mulutku, lalu ayah memasukan termometer di dalam mulutku.

“Udah, mingkem lagi.” titah Ayah,

Aku diam saja, membiarkan ayah melakukan sesukanya. Ayah meraih baskom yang sempat dibawanya tadi, ayah kemudian memeras air pada handuk kecil. Sengaja Ayah basahi, agar menemplekan di jidatku.

“Sembuh dulu, baru boleh main hp.” ucap Ayah.

Aku diam saja, melihat aksi Ayah yang beroceh seperti ibu. Ayah dan Ibu sama-sama cerwet, bahkan Ayah lebih cerewet di banding ibu, hanya ketika Ayah di depan ibu. Ayah lebih banyak diamnya.

“Sini buka lagi mulutnya, mau ayah lihat suhu kamu.” Aku membuka mulutku, ayah dengan perlahan menarik termometer dari mulutku. Sebab masih kesal, aku mengigit jari telunjuk ayah.

“Aahh, sakit gladis.” ucap Ayah lalu mendorong kepalaku.

“Makanya, jangan main rampas hp gladis ayah.” jawabku kesal. Ayah menjentikkan jarinya tepat di dahiku, bunyi keras terasa. “Ini lihat, suhu kamu aja tinggi. 37,9 derajat. Masih mau main hp terus!” timpal Ayah.

Aku pun berbalik membelakangi Ayah, aku lebih memilih tidur. Dari pada harus berdebat dengan Ayah, Ayah menepuk-nepuk pundakku. Tak lama setelah itu aku pun tertidur, aku tertidur hanya sebentar, saat membuka mata.

Aku melihat tangan ayah yang melingkar di pinggangku, dengan nafas yang berhembus tepat di leherku. Gairahku kembali memuncak, saat bokongku tak sengaja menggesek jendolan milik Ayah yang sedang berdiri tegak di dalam celana. Aku yang dirasuki jiwa setan pun, sengaja berpura-pura bergerak agar merasakan sensasi liar dan berbahaya itu.

Tangan Ayah bergerak, aku perlahan-lahan menarik tangan Ayah agar terletak di belahan dadaku. Sebab pergerakanku, membuat tangan ayah semakin meremat susuku.

“Anjing enak banget.” gumamku dalam hati, sambil mengigit bibir bawahku menahan agar aku tidak mendesah. Aku tau, Ayah sepertinya berpikir bahwa susuku adalah pinggangku. Lalu aku mulai saja aksi gilaku dengan menggoyangkan pantatku secara pelan, sengaja aku naikkan posisi pantatku dengan menungging. Agar jendolan Ayah seperti sedang mengentotiku. Mataku terpejam, aku menikmati gesekan itu. saat sedang menggesek pelan. Aku menyadari sesuatu, tangan Ayah tidak lagi bergerak di belahan payudaraku. Aku tidak membuka mata, sengaja aku biarkan tertutup. Agar ayah tau aku masih tertidur. Ayah sudah bangun, aku bisa merasakan itu. Sebab tubuh ayah tidak lagi menempel dengan badanku. Aku ingin bergerak dan melihat apa yang sedang ayah lakukan, namun aku sedikit kesulitan, sebab aku berpura-pura sedang tertidur.

Cukup lama aku terdiam, dan tiba-tiba saja ada tangan yang menyentuh selangkangku. Aku hampir berteriak, aku tau tangan itu pasti milik Ayah, kurasakan tangan kekar Ayah mengusap lembut selangkanganku. Sebab permainan enak itu, aku berpura-pura bergerak kembali. Tapi aku sengaja membuka kedua pahaku dengan terbuka, agar tangan Ayah dapat lebih leluasa menjamaah vagina lacurku. Aku bisa merasakan jempol tangan kekar ayah, yang mengusap belahan vaginaku.

“ANJING ENAK BANGET YAH.” teriak ku di dalam hati, meski hanya menggunakan jempol kanan, Ayah yang mengusap kemaluanku saja. membuatku hampir melayang dan mendesah. Aku berusaha bergerak, aku berpura-pura menggerakkan bajuku ke atas. agar perut datarku dapat Ayah lihat, aku sengaja memancing nafsu Ayah agar melakukan lebih pada tubuh lacurku yang ingin sekali di jamah. Aku sengaja memutar posisiku mengahadap tubuh ayah, agar Ayah lebih mudah memainkan tangan nakalnya yang sejak tadi aku

inginkan.

Aku berpura-pura memeluk pinggang ayah, dengan kepura-puraanku aku menjadi tahu bahawa posisi ayah sedang duduk sambil menatapi tubuhku.

Aku terdiam sesaat, aku juga masih belum bisa merasakan tangan ayah seperti tadi memainkan kemaluanku. Sebab penasaran, aku berpura-pura tertidur sambil mendekatkan tubuhku pada Ayah. Lalu tanganku ku biarkan dengan sengaja tepat berada di jendolan Ayah.

Aku yang terlampau nafsu, berpura-pura meremas jendolan Ayah. membuat Ayah mendesah keenakan.

“sshh.., aahhh..” suara desahan pelan, dapat aku dengarkan.

Ayah meraih tanganku, memindahkan. Aku cukup kecewa saat tanganku Ayah jauhkan dari jendolan kerasnya, lalu tiba-tiba saja. Tanganku kembali diraih, dan langsung aku merasakan dapat memegangi batang penis ayah secara langsung.

Sepertinya Ayah menikmati remasan yang sengaja aku lakukan tadi, dan juga Ayah seperti membiarkan tanganku melekat di penisnya.

“sshhh..” Ayah menikmati perlakuan nakalku padanya, aku ingin sekali mengocok penis tegak Ayah yang bisa aku rasakan.

Aku diam saja, dan tak bergerak. Ku diamkan tanganku yang memegangi kemaluan Ayah, saat sedang asyik memegang. Ku rasakan tangan ayah meraih turun celana pendekku, dan memegangi kemaluanku.

“Gadis, memekmu indah sekali nak. Memek ini hanya boleh di lihat ayah sayang, tidak boleh ada pria manapun yang melihat ini.” ucap Ayah sambil mengusap kemaluanku.

Vaginaku sudah basah, hanya dengan sentuhan dari tangan Ayah membuat kemaluanku banjir. Ayah hanya mengusap vaginaku saja, walau membeku aku tetap menikmati perlakuan cabul di antara kami berdua.

Karna tau ayah sedikit kesulitan, aku dengan sengaja sedikit mengangkang. Dan juga tanganku sengaja aku remas penis tegak

ayah.

“ohhh, gadis remas terus kontol ayah. shh ahhh..” ayah bergumam keenakan saat aku dengan keberanian mengusap penisnya, sambil membuka supaya membiarkan sedikit celah agar tangan Ayah bisa terus memainkan kemaluanku.

Ayah lalu bergeser mendekat, posisi duduk Ayah sedikit maju, agar Ayah dengan mudah bisa memainkan kemaluanku.

Sebab posisi Ayah yang duduk dan sedikit maju, Ayah jadi tidak bisa melihatku yang sudah bisa membuka mata.

Aku melihat baju Ayah yang sudah ayah lempar ke tanah, namun masih memakai celana, hanya saja celana pendek yang Ayah kenakan. Dia turunkan, agar penisnya bisa aku pegangi.

Ayah tidak menyadari bahwa aku sibuk memperhatikan tingkahnya, yang berusaha menggerakan tanganku dan tangan kanannya yang sibuk mengusap vaginaku. “ohh gadiss, sshhh. ayah mau kamu mainin kontol aayahh..” ucap Ayah sambil terus menggerakan kedua tangannya.

Aku terus menggigit bibir bawahku, aku berusaha mati-matian agar ayah tidak mendengar desahanku.

“lihat, memekmu tembam dan kenyal sayang. ohh.. shhh.., gimana kalo ayah tempelin pake kontol ayah nak.” sahut Ayah sambil terus menggerakkan tanganku naik turun memijat kontolnya.

“Ayah ingin sekali mencium memekmu nak, sshhh ayah nggak tahan. bagaimana rasanya kalo ayah ngentotin kamu nak.. sshhh aahhh.”

Aku ingin berteriak dengan keras, ketika mendengar ucapan Ayah yang meninginkan tubuhku juga. Sebab sudah tak tahan lagi,

suaraku tiba-tiba saja keluar.

“sshhh, aahhh…” ucapku dengan langsung menutup mataku.

Ayah yang panik langsung melepaskan kontolnya dari tanganku, aku bisa merasakan pergerakan paniknya. Aku yang bodoh, dan terlalu bersemangat membuat semuanya menjadi kacau. Untungnya Ayah tidak langsung pergi, ayah masih memastikan kondisiku terlelap. Cukup lama tidak ada pergerakan, sampai aku merasakan ada lidah yang menempel di kemaluanku.

“aahhh.” aku mendesah, lidah ayah sedang menari telat di kemaluanku.

Bukannya takut, ayah malah semakin berani mendengar desahanku. Aku mendesah, saat Ayah semakin menjilati liang vaginaku. bunyi jilatan bisa ku dengar, “slurpp, ohh lihat nak, memekmu ini masih perawan. maafin ayah tapi ayah nggak tahan, kamu mau kan biarin ayah jilatin memekmu ini.. slurppp..”

Ayah sudah tidak perduli lagi, aku membiarkan ayah terus menjilati kemaluanku yang sudah basah dan becek.

“aaahh..” aku menggelinjang, ku rapatkan pahaku. Jilatan Ayah sungguh enak, membuatku tak tahan dan langsung membuka mata.

“Aahh, ayahh..” panggilku mendesah. “Kenapa sayang, slurpp.. ayah lagi sembuhin kamu.” ucap Ayah yang berbohong.

Aku yang tak tahan pun, mengangkat bokongku. Namun Ayah dengan cepat menahannya.

“slurpp, muachh. enakk…, slurpp. muach. itil kamu enak nak..” aku bisa merasakan isapan kuat Ayah saat menyedot itil merahku,

“Aayah, aahhh. gadis mau kencing yah. udah cukupp.. aahhhh:.” aku mendesah sambil meremas seprei tempat tidurku.

Aku ingin orgasme, sebab tak tahan aku melepaskan cairanku. Badanku menggelinjang hebat,

“aaahh, aayahhhh..” desahku sambil memanggil Ayah.

Bukannya berhenti, Ayah malah melahap semua cairanku. Beberapa menit berhenti, Ayah segera bangkit mendekatiku yang terbaring lemah.

“Gadis, kamu mau kan bantuin Ayah.” ucap Ayah yang membujukku.

Aku yang masih menarik nafas hanya bisa mengangguk, Ayah lalu membuka. Dan lanjut melemparkan celana yang ia kenakan, kini Ayah sudah bertelanjang bulat disampingku.

“giliran kamu senengin ayah nak, ayo pegang kontol ayah.” Ayah meraih tanganku untuk memegangi penisnya. “Sekarang, kamu gerakin yah. biar ayah bisa kayak kamu tadi.” Aku pun mengikuti pergerakan tangan Ayah yang mengajariku.

“sshh, begitu sayang. pintar kamu.” Ayah pun beristirahat sejenak, lalu mendorongku agar duduk.

“Kamu kocok terus kontol ayah, sambil buka paha kamu, terus lihat ke arah ayah.” ucap Ayah sambil mengajariku untuk mengubah posisi. “Sshhh, aahh. mmmhhh begitu nak, kamu memang pintar. aahh terus sayang, kocoknya lebih cepat lagi nak.” Ayah mendesah sambil tangannya mengusap kembali kemaluanku.

“Aahhh, uhh enak banget gadis kocokan kamu.. uhh terushh ayah sukah nakk..” Ayah menikmati perlakuan tanganku.

Aku senang akhirnya mimpiku bersetubuh dengan ayah terwujud, aku berpura-pura polos di depan Ayah.

“Ayah, suka. gadis kocokin gini yah..” tanyaku yang masih sibuk mengocok.

“Iyaah, uhh iyah nak.. shhh aahh., apalagi kalo kamu telanjang kayak tadi. aahhhh.” jawab Ayah yang langsung masuk ke dalam bajuku. Aku terkejut, ternyata Ayah melihatku mengganti pakaian. Aku senang, seandainya aku tau. Aku mungkin akan lebih nakal lagi menggoda Ayah.

“Aahh, ouchhh. buka bajumu sayang, ayah mau lihat susu kamu.” Ayah yang gemas pun langsung meraih bajuku dan membuka pakaian serta bh yang aku kenakan.

Aku masih sibuk mengocok kontol ayah, nafsu ayah benar-benar tak terbendung. Ayah bahkan mencubit puting susuku tanpa rasa malu.

“aahhh, ayah sakit.” ucapku dengan pelan. “sshh, nanti juga enak sayang.” balas ayah.

Aku kembali melanjutkan aksiku, aku mengocok terus, sampai terasa penis ayah seperti akan meledakkan sesuatu.

“Aahhh, terushh aahhh. ayah mau keluar nak.. shhh ahh.” ucap Ayah yang gemas melihatku mengocok cepat kemaluannya.

Tak lama kemudian, ayah meraih kepalaku. “Terima ini gadis, aahh ahh, shhhh.” sperma Ayah muncrat di wajahku. membuatku kaget, karena masuk ke dalam mata.

“Ayah.” ucap aku dengan kesal. Sebab Ayah tidak membiarkanku bersiap dahulu.

“Maafin ayah, udah gak tahan tadi.” balas Ayah dengan tanpa bersalah.

Beberapa saat Aku dan Ayah terdiam, sambil memandangi tubuh telanjang masing-masing.

“Gadis, kamu mau kan rahasiain ini dari ibu kamu?” tanya Ayah.

Aku masih terdiam sambil bersandar di headboard tempat tidur, berbeda dengan Ayah yang duduk menepi dan menjauh sedikit. “Mmhh, iya ayah. Tapi.” jawabku dengan malu. “Tapi apa nak?” balas Ayah.

“Ayah masih mau kan ngelakuin ini sama aku?” tanyaku balik dengan harap-harap cemas.

Sesaat Ayah mendekat, “Kamu serius masih ingin ini?” tanya Ayah kembali.

“Iyah ayah, aku masih mau. Aku suka ayah megang susu sama memek aku, enak ayah.” jawabku dengan wajah polos.

“Tapi kalau ibu tau gimana?”

“Jangan sampai ibu tau ayah, gadis suka waktu ayah jilatin itil gadis. Gadis suka ayah gesek-gesek memek gadis.” ucapku dengan cepat. “Jadi kamu tau, ayah ngelakuin itu semua tadi?” tanya Ayah yang terkejut.

“Iya ayah, makanya gadis diam aja. waktu Ayah ubek-ubek memek gadis.” jawabku langsung menunduk.

Ayah lalu mendekat, meraih wajahku dan mencium bibirku.

“Muach, nakal kamu. berani goda ayah kamu sendiri.” ucap Ayah yang lanjut menghisap bibirku.

Aku diam saja menikmati perlakuan Ayah, bahkan aku bergerak mengikuti pergerakan Ayah yang mencium bibirku. “muach, janji jangan sampai ibu kamu tau kita punya hubungan ini.”

“janji ayah, gadis bakalan diam. asal, ayah mau.” ucapku terhenti.

“Mau apa?” tanya Ayah kembali.

“Mau masukin ini kesini.” aku menunjuk kontol ayah ke arah kemaluanku.

“Kamu pengen ngentot sama ayah?” tanya Ayah.

“Iya ayah, aku pengen. Atau aku minta temenku aja masukin kontol mereka kesini?” godaku dengan polos. “Jangan nak, hanya kontol ayah yang boleh masuk kesini. Yang lain nggak boleh, bentar ayah kunci rumah dulu. takut ibu pulang, dan lihat kita lagi berduaan.” ucap Ayah yang langsung berdiri memastikan semua keadaan rumah.

Beberapa saat menunggu, Ayah masuk kembali ke dalam kamarku. Dan membawa sesuatu, aku tau ayah membawa kondom.

“Ayah apa itu?” tanyaku dengan bodoh dan berpura-pura.

“Ini kondom sayang, setiap kali kamu sama ayah ngentot. Ayah bakalan pakai ini, biar kamu nggak hamil cucu ayah.” Ayah tertawa kecil.

Lalu Ayah pun segera duduk disampingku, dan meraih tubuhku agar berdekatan dengannya.

“Sekarang, dan sampai nanti diri kamu milik ayah. semua tubuh kamu hanya boleh dipegang ayah, jangan ada yang lain. kamu

mengerti nak?” tanya Ayah.

“Iya ayah, aku ngerti.” jawabku.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *